Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘akhlaq muslim’ Category

Sore itu matanya terlihat sembab. Bekas aliran air mata di pipinya tak mampu ia sembunyikan dari hadapan saya. Ia menunduk sebentar, mengusap kedua matanya kemudian tersenyum, berpura-pura ceria seakan tak terjadi apa-apa. Tapi ia tak bisa menipu saya. Saya tahu ia habis menangis. Tangis apa itu awalnya saya tak tahu. Maka saya tanya ia “menangis kenapa?”. Ia menjawab”tangis haru mengingat cinta kasih ibunda padaku. Setelah melihat seorang ibu yang memeluk anaknya di taman itu aku rindu ibu, rindu kasih sayangnya, rindu nasehat-nasehatnya”. Dan Azan maghrib pun mengalun sendu bersama ketakjubanku terhadap lembut hatinya. (lebih…)

Read Full Post »

Den… Mas tak kenal kamu. Tapi mas berharap Allah segera sembuhkan kamu dari penyakit yang bisa bikin mas menangis membayangkan bagaimana tubuhmu telah begitu lelahnya dengan transfusi.

Saya mencoba menebak sebagai apa ia berada di sana. Tampak sedang sungguh-sungguh berdiskusi jarak agak jauh dengan dua orang mahasiswi berjilbab panjang yang baru datang membawa selembar kertas bergambar. Saya tak tahu apa isinya. Yang jelas mereka sedang membicarakan sebuah kegiatan sosial. Persisnya saya pun tak tahu, walau ingin sebenarnya. Tak lama setelah itu saya dihampirinya dan jadi tahu bahwa ia adalah seorang relawan.

Kami bertemu di sebuah sudut R.S.Sardjito tepatnya di ruang Unit Tranfusi Darah. Ruangan itu dingin, serba putih, penuh keramahan walau kamar kecilnya terkunci di balik sebuah gorden hijau yang sedikit tersibak. Kursi tunggu fiberglass berjejer di kedua sisi ruangan itu. Membiarkan “orang-orang yang cemas” mendudukinya. (lebih…)

Read Full Post »

Tak ada pendiam yang tak tinggalkan misteri. Ketika ia berdiri atau duduk dalam diam, orang tak mudah tebak apa yang sebenarnya ia simpan. Sesekali ia berbicara namun tetap kata-kata yang terbatas itu tak mampu jawab tanya manusia tentang siapa dirinya.

Saya baru berkenalan dengan seorang pendiam. Seperti yang sudah-sudah, ketika berkenalan dengan para pendiam saya selalu lebih berhati-hati dalam produksi kata. Walaupun tidak mendadak saya ikut jadi pendiam sepertinya. Hanya lebih bersahaja. Saya harus selalu mempelajari siapa lawan bicara saya. Ini penting. (lebih…)

Read Full Post »

Dann kuncupku merekah jadi bungaGerakan pribadi ini sebenarnya tercetus ketika melihat, mengamati, memaknai fenomena kegersangan jiwa yang saya dapati dalam kebiasaan baru saya -blogwalking-. Betapa tidak, postingan maupun komentar sebagian rekan-rekan di blogsphere semakin hari semakin mengundang “kemarau hati” yang berkepanjangan atau mungkin saja mengirimkan angin puting beliung yang memporak-porandakan jiwa manusia.

Kita sadari bersama, bahwa sekarang dunia blog ini sudah layaknya dunia baru yang kecil dan mirip semacam rumah susun yang diisi oleh orang-orang dengan isi kepala yang beraneka ragam modelnya. Nah, karena perbedaan inilah mereka punya kebiasaan saling kunjung untuk melihat dan mengomentari isi otak penghuni lainnya, awalnya sih sekedar penasaran, dalam rangka silaturahmi dan ramah tamah. Namun tak jarang pula keseharian mereka di rumah susun tersebut dipenuhi dengan saling hujat menghujat sehingga menimbulkan aroma perseteruan yang tiada jelas ujung pangkalnya. (lebih…)

Read Full Post »