Feeds:
Pos
Komentar

Kembali Lagi

Assalamu’alaikum Tuan dan Puan sekalian. Lama tak saya beri kabar, hari ini saya kembali. Mohon maaf, tak cukup energi dan kemauan saya untuk menulis akhir-akhir ini. Selain disibukkan dengan rutinitas  yang semakin hari semakin “seru” saja, lagipula saya merasa tak begitu banyak lagi yang mampu saya bagi dalam blog ini.

Namun Alhamdulillah malam ini, berkat dukungan dari istri dan celotehan si kecil, saya merasa harus kembali menulis, paling tidak sebagai rekam jejak kehidupan saya pribadi dan keluarga. Sekaligus mengasah lagi rasa yang telah lama saya lupa. Rasa manis ketika kita bisa berbagi kata kepada sesama..

Wassalam

Banda Aceh, di kawasan belakang Hotel Hermes Palace Ulee Kareng

21.30 WIB

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan segala kerendahan hati insyaAllah kami akan melangsungkan akad nikah pada hari minggu/04 Januari 2009, di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh pada pukul 9.20 WIB Lanjut Baca »

Ketika kita keras terhadap kehidupan,niscaya kehidupan akan tunduk kepada kita. Sebaliknya, ketika kita lemah terhadapnya maka kita akan mudah ia kalahkan, kita jadi gampang menyerah.

Tuan dan Puan sekalian tentu mengerti bahwa jiwa manusia itu terbentuk berdasarkan bagaimana ia melewati kehidupan dan bagaimana ia memaknainya. Ada jiwa-jiwa yang kokoh bagai karang, tak goyah walau cobaan hidup datang silih berganti. Ada juga yang rapuh, mudah roboh, bagai pohon kayu yang tumbang walau terhembus angin sedikit saja. Ada yang mampu kalahkan keadaan, sebaliknya, ada juga yang mudah menyerah, cengeng, tak punya semangat juang.

Lau laa al-masyaqqoh lasaada an-naas kulluhu

“Seandainya bukan karena kesulitan hidup maka seluruh manusia akan jadi orang mulia”

Lanjut Baca »

Pagi tadi siapa yang sangka bahwa saya harus pulang dari sebuah acara bincang bisnis bersama praktisi ekonomi syariah yang diselenggarakan di Masjid Syuhada Jogja dengan bertelanjang kaki. Kehilangan sandal di masjid..Mungkin hal ini hanya masalah sepele, namun jika dihayati lebih jauh maka kita dapat mengambil begitu banyak pelajaran darinya.

Kebanyakan dari kita mungkin sering mengalami hal yang serupa, yaitu kehilangan benda yang kita sukai, entah karena dicuri, dirampok, tertinggal disuatu tempat dan sebagainya. Saya sendiri sudah beberapa kali mengalaminya. Mulai dari kehilangan HP sebanyak 4 kali,
Lanjut Baca »

Banda Aceh 14 Februari

syiahkuala_masjid_alwaqib.jpg

Darussalam 22.00 WIB

Hanya sebuah rekam jejak kehidupan. Saya berharap banyak memperoleh kuliah tentang bagaimana menjadi seorang yang lebih bijak meniti hidup…

Di sini…
Di Banda Aceh…
Aku mencium aroma angin kesedihan masa lalu yang pilu
Namun perlahan dia hilang
Berganti dengan semerbak semangat masa depan yang membara

Wassalam

 

Ichsan Mufti

Rumput tetangga jauh lebih hijau. Mungkin pepatah ini pernah menghinggapi benak seluruh manusia sejagat raya. Tak peduli di tingkatan sosial mana ia berada. Selalu saja kita mendengar adanya keluhan di sisi kekaguman.

Mungkin sering Anda mendengar keluhan seorang sahabat- sebut saja si Fulan- yang katakan dirinya memiliki begitu banyak kekurangan. Ia ingin bisa sempurna, ia ingin tak kurang suatu apa. Padahal Anda juga pernah mendengar sahabat Anda lainnya yang tampan itu – si ‘Allan- ingin bisa hidup nyaman seperti si Fulan. “Duh alangkah bersyukurnya aku jika bisa hidup enak seperti si Fulan itu. Mau apa juga tinggal beli”. Katanya.

Dalam hati Anda mungkin mendumel: “Duh… Kalian ini kenapa?! Tidak pernah mau mensyukuri kenikmatan hidup yang Allah berikan kepada kalian. Lihat diriku! Sudah jelek, ga ada yang mau, miskin pula. 😦  Lanjut Baca »

Medan 24 Oktober

Saya menuliskan ini pada sebuah awal malam. Hawa panas yang tadinya bersemayam di tembok-tembok rumah kami kini hilang bersama air hujan diserap bumi, srrrrp….. Ya, hari ini rabu yang panas menyengat sekaligus malam kamis yang dingin.

Namun rumah kami tetap seperti biasa. Hangat oleh cinta.

Lama saya tak menulis. Lama sekaligus jauh tepatnya. Lama, tentu saja Tuan dan Puan sekalian paham apa maksud saya. Jauh, karena saya telah kembali ke rumah, berkumpul bersama ayah ibu dan adik. Perjalanan kembali yang telah menjadikan tulisan saya yang terakhir dengan tulisan ini jadi jauh secara geografis. Tapi tak mengapa, baik Yogyakarta, Aceh maupun Medan Sumatera Utara dan seluruh tempat di dunia pasti sisakan ruang perenungan untuk kita.

Semua kita perlu sesekali merenung. Merenung bukan berarti melamun. Karena ternyata bilik hati kita punya dawai. Bentuknya lebih halus dari serat-serat sutera. Dawai yang mampu berbunyi dan berkata-kata dengan bahasa yang hanya dipahami oleh nurani kita sendiri. Lanjut Baca »

Sore itu matanya terlihat sembab. Bekas aliran air mata di pipinya tak mampu ia sembunyikan dari hadapan saya. Ia menunduk sebentar, mengusap kedua matanya kemudian tersenyum, berpura-pura ceria seakan tak terjadi apa-apa. Tapi ia tak bisa menipu saya. Saya tahu ia habis menangis. Tangis apa itu awalnya saya tak tahu. Maka saya tanya ia “menangis kenapa?”. Ia menjawab”tangis haru mengingat cinta kasih ibunda padaku. Setelah melihat seorang ibu yang memeluk anaknya di taman itu aku rindu ibu, rindu kasih sayangnya, rindu nasehat-nasehatnya”. Dan Azan maghrib pun mengalun sendu bersama ketakjubanku terhadap lembut hatinya. Lanjut Baca »

Sebaik apa pun seorang manusia itu dipandang oleh manusia lainnya ia tak ‘kan pernah menjadi malaikat, apalagi sosok yang patut disembah. Karena dalam dirinya, bukan cuma ada nalar dan nurani, di sana juga ada naluri. Dalam dirinya, bukan Cuma ada akal dan iman, namun juga ada syahwat. Sungguh, bukan cuma kekuatan dan kebijakasanaan yang ada di sana, namun juga kelemahan dan ketergelinciran serta berbagai keterbatasan. Ia tak ‘kan jadi sempurna dalam pengertiannya yang tanpa celah. Ia hanya jadi sempurna secara relatif sebagai manusia. Itulah batas akhirnya. Dan hidup, bagi mereka yang bijak, adalah perjalanan menuju ke sana. Tak ‘kan ada titik. Yang ada hanya koma, sampai kematian menutup perjalanan itu.

Ketika sedang duduk sendiri menghirup segarnya udara pagi, atau ketika berjalan kala senja menyaksikan bunga-bunga yang tengah mekar di pinggir rumah, atau ketika kita tenggelam dalam samudera perenungan dan instrospeksi menjelang tidur, kita sering tersenyum sendiri menatap masa lalu. Tak jarang, tawa kecil kita meledak dalam sunyi-gelapnya malam. Kala itu kita geli sendiri, malu pada waktu, pada manusia, pada Allah, karena dahulu kita pernah keliru, kita pernah salah bersikap, berkata-kata, kita…. pernah “tak merasa kita salah”. Tawa yang kadang beriring rintih tangis pengakuan. Dan setelah itu seakan ada yang berbisik genit ke telinga kesadaran kita: “Bodoh sekali kau dulu itu!”, katanya.

Lanjut Baca »

Kegagalan?!

 

Setelah merapatkan kepala ke pojok dinding rumah itu ia kembali menangis. Tangisan jiwa yang tak mampu ia kendalikan. Jiwa yang menjadi ringkih karena kecewa. Ia anggap dirinya telah gagal tak mungkin bangkit lagi…… Dan dinding itu menjadi saksi bisu bagi air mata kepiluan yang menetesi bumi tempat ia menunduk. Air mata yang sepekat darah. Darah yang mengalir dalam nadi keputus-asaan. Padahal di atas atap rumahnya purnama tengah bersinar.

Itu mungkin apa yang akan kita saksikan beberapa saat sebelum si “yang berjiwa kerdil”. duduk setengah tertidur di sebuah panti perawatan. Usianya mungkin masih muda, namun jiwanya telah terlalu renta karena ia tak pintar merawatnya.

Ia tak paham, bahwa kegagalan, dalam berbagai aspek kehidupan, senantiasa mewarnai cerita awal sebuah kesuksesan, ialah yang menguatkan dorongan untuk sukses dan juga sebagai sebab seorang menemukan keunggulan yang sebelumnya tidak diketahui sama sekali. Namun si “yang berjiwa kerdil” ini tak tahu itu. Ia bodoh betul. Lanjut Baca »

DARAH!!!

Den… Mas tak kenal kamu. Tapi mas berharap Allah segera sembuhkan kamu dari penyakit yang bisa bikin mas menangis membayangkan bagaimana tubuhmu telah begitu lelahnya dengan transfusi.

Saya mencoba menebak sebagai apa ia berada di sana. Tampak sedang sungguh-sungguh berdiskusi jarak agak jauh dengan dua orang mahasiswi berjilbab panjang yang baru datang membawa selembar kertas bergambar. Saya tak tahu apa isinya. Yang jelas mereka sedang membicarakan sebuah kegiatan sosial. Persisnya saya pun tak tahu, walau ingin sebenarnya. Tak lama setelah itu saya dihampirinya dan jadi tahu bahwa ia adalah seorang relawan.

Kami bertemu di sebuah sudut R.S.Sardjito tepatnya di ruang Unit Tranfusi Darah. Ruangan itu dingin, serba putih, penuh keramahan walau kamar kecilnya terkunci di balik sebuah gorden hijau yang sedikit tersibak. Kursi tunggu fiberglass berjejer di kedua sisi ruangan itu. Membiarkan “orang-orang yang cemas” mendudukinya. Lanjut Baca »

Teman Hidup

————
Segala puji bagi Allah yang telah mentakdirkan segala bentuk pertemuan dan perpisahan. Yang telah menentukan segala bentuk kehidupan dan kematian. Agar manusia dapat bersyukur terhadap berbagai macam kenikmatan dan kelapangan sebelum datang kepadanya ujian berupa kesulitan.

Shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada nabi kita Muhammad Shalllahu ‘alaihi wasallam karena telah mengajarkan kepada kita makna sesungguhnya dari hidup dan kehidupan.

Telah menjadi ketentuan Allah bahwasanya manusia seluruhnya akan melewati berbagai perjalanan panjang menuju janji Allah Subhanahu wa ta’ala. Dari alam ruh kita dipindahkan ke alam rahim kemudian dilahirkan oleh ibu kita tercinta. Setelah menginjakkan kaki di dunia ini kita pun tumbuh. Dahulunya kita adalah bayi mungil kemudian beranjak remaja, dewasa, membangun keluarga kemudian menjadi renta hingga akhirnya kita semua akan mati. Lanjut Baca »

Puisi Duka Andalusi

Andalus, 898 H/1492 M

Sejarah adalah sebuah pendewasaan bagi siapa saja yang menyelaminya. Di dalamnya ada kebahagiaan, masa gemilang dan kenangan manis sebuah peradaban. Namun di dalamnya juga ada keruntuhan dan air mata kepedihan. Berputarnya roda kehidupan membuat wajah dunia berbeda dari masa ke masa. Namun satu hal yang paling berharga, yaitu bagaimana manusia masa lalu mengajarkan kepada kita sesuatu yang luar biasa. Bahwa “manusia tidak pantas untuk terperosok ke dalam lubang yang sama”.

Mereka-manusia-manusia lampau- tentu menyadari bahwa kabar mereka akan terbang melayang jauh. Jauh di kemudian hari. Serentak tentunya dahulu mereka berharap, bilamana terpenggal dan kalah dalam pertempuran maka tetesan darah mereka harus mampu tuliskan ‘surat cinta’ kepada penerus di masa depan. Surat cinta berisikan pesan yang berbunyi “jangan sampai kalian berbuat tolol seperti yang telah kami lakukan!!”. Itulah sejarah. Yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang berani berkaca dan belajar banyak dari pengalaman.

Malam ini saya bernostalgia. Nostalgia penuh duka bersama bait-bait sang pujangga. Bait-bait yang bercerita tentang masa di mana seolah singa dikutuk menjadi kucing dan banteng gagah mendadak menjadi seekor domba. Sebuah masa keruntuhan yang ditangisi Abul Baqo’ ar-Rundy bersama segenap umat Islam sedunia sejak dahulu hingga kini; Masa keruntuhan negeri Andalus di tangan pasukan salibiyah.

Sang pujangga (Abul Baqo’ ar-Rundy -601 H-) berteriak mengiba dalam bait-baitnya: Lanjut Baca »

Agar bacaan kita aktif, maka akidah pembaca yang beragama Islam harus murni dan kuat sehingga dia bisa membaca dengan sadar. Demikian itu supaya sejak awal membaca, dia sudah memiliki dasar, sehingga dasar itu dia jadikan sebagai pijakan yang ia sadari ketika membaca. Jika dia membaca sebuah buku, dia selalu meneranginya dengan cahaya lampu Islam. Dasar dan pendidikan itu berfungsi sebagai landasan untuk meluruskan buku-buku itu dan sebagai ukuran untuk membedakan mana yang benar dan yang salah dan untuk mengkritik.

Seorang pembaca Muslim harus senantiasa menghadirkan ukuran kritik berdasarkan cahaya syariat di sela-sela bacaannya, khususnya ketika membaca buku-buku yang rancu dan tidak dikenai, sehingga dia akan mengkritik apa yang dibacanya berdasarkan akidah Islam dan dalil-dalil syariat yang dikenalnya serta hadits-hadits mana yang shahih dan cacat. Dengan begitu rnaka bacaan kita akan menjadi bacaan yang sadar dan aktif.
Faktor-faktor yang Dapat Merusak Kesadaran

Lanjut Baca »